You Know That is Not the Only Way!
June 19, 2020

Godaan untuk jadi arogan (part 1)....

Godaan untuk jadi arogan (part 1)....
The player is loading ...
Dokterpintar

Arogan adalah kata yang sering disematkan untuk profesi berbasis keahlian. Kali ini kita akan bahas 2 dari 3 macam arogansi dari perspektif pasien dan dari sesama sejawat dokter. Cekidot! --- Send in a voice message: https://podcasters.spotify.com/pod/show/dokterpintar/message Support this podcast: https://podcasters.spotify.com/pod/show/dokterpintar/support

Transcript

Selamat datang di podcast dokterpintar. Untuk kalian yang ingin tahu bagaimana jadi dokter, atau ada nggak tips-tips selama menjadi dokter, atau kalian ingin kepikiran “bisa ngga gua ngga jadi dokter?”, atau udah terlanjur lulus mau pingin apa selain jadi dokter, silahkan simak podcast kali ini, semoga bermanfaat, selamat mendengarkan.

Eits, jangan kemana-mana dulu, gua mau cerita dikit review, ini podcast pertama gue pakai aplikasi yang sangat bagus banget, free, kalian tidak perlu mengeluarkan duit apa-apa, malah kalian bisa dapat duit dari aplikasi ini, yaitu anchor, kalian bisa download di playstore atau appstore, atau kalian bisa buka di anchor.fm , disana kalian bisa bikin podcast dari nol, yang kalian record di sana bisa atau kalian mau masukin dari yang sudah rekam sebelumnya kalian tambahkan musik segala macam, pokoknya keren deh coba, thankyou. 

Hai, kembali dengan gua dr. Hafiz, penggagas podcast dokterpintar, kali ini gua akan membahas isu yang paling sensitif, ada berita-berita yang ngga enak juga, beberapa bulan yang lalu, disebut ada dokter yang arogan, ada yang memperlihatkan tidak takut dengan corona, ada yang ceritanya ngga mau nunjukin KTP ketika pergi ke luar kota karena merasa dia tenaga medis jadi bebas aja keluar masuk, gua ngga akan membahas itu, tapi ada beberapa hal yang biasa banget kita temukan sebagai praktisi dan baik ketika kita praktek maupun kita dulu ketika menjalani pendidikan kedokteran, yaitu arogansi, jadi keyword-nya kali ini adalah arogansi. Episode ini akan terbagi menjadi 2 part, part pertama gua akan menjelaskan poin arogansi, dan yang part 2 gua akan ceritakan poin ketiga dan termasuk reaksi atau tanggapan atas beberapa berita di media akhir-akhir ini tentang COVID. Jadi, stay tune! Selamat mendengarkan.

Pertama adalah dari sudut pandang pasien. Seberapa sering kalian mendengar banyak pasien yang tidak puas dengan service atau dalam tanda kutip layanan dokter tertentu, kemudian mereka selesai ketemu, bukannya sembuh malah sakit hati, gitu ya. Untuk kali ini kalian bisa searching sendirilah di google, di pubmed atau di digital platform yang lain, ketik aja keywords doctor arrogant. Istilah ini sebetulnya sudah muncul dari awal tahun 2000-an dimana kasus tudingan malpraktek itu mulai bermunculan, apalagi di negara kita ya, pada saat di awal tahun itu sekitar 2004-2005, pertama kali ada dokter dituntut oleh pengacara kondang karena si pengacara menganggap si dokter tidak mengobati istrinya dengan seharusnya. Ada hal yang ingin gua fokuskan disini adalah bukan masalah pakah itu malpraktek atau tidak dan segala macam, tapi ketika lingkungan selama kita pendidikan dan lingkungan ketika kita berpraktek sebagai dokter secara tidak sadar itu mempengaruhi respon kita bertemu dengan orang-orang lain, respon kita bekomunikasi dengan orang lain, sebisa apapun kita menahan emosi, seberapa pun kita bisa menahan lelah selama berpraktek sebagai dokter selalu saja saya rasa ada pihak-pihak yang tidak senang, terutema kalau untuk sudut sejawat yang bekerja di lingkungan yang pasiennya sangat banyak, apalagi ya kita sudah cerita di episode sebelumnya secara financial untuk mencapai suatu titik tertentu itu butuh waktu yang lama sebagai dokter dan di kala pandemi ini ekonomi profesi dokter pun juga terancam karena ya tidak hanya pasien berkurang tapi banyak teman-teman kita yang kehilangan pekerjaan karena rumah sakit sudah tidak untung, kondisi-kondisi ini berpengaruh dengan bagaimana kita berkomunikasi dengan pasien. Saya angkat topi, salut untuk senior-senior dan sejawat yang terkenal ramah ke pasien, terkenal baik ke sejawat perawat, penata, apoteker dsb, walaupun pasiennya bisa dibilang banyak banget, konsul tengah malam, datang lagi ke rumah sakit untuk operasi cito dan segala macam, untuk menjadi orang yang seperti itu  saya rasa butuh kesabaran yang sangat kuat, karena kita sama-sama tahu ketika kita pendidikan kedokteran saja, burn out atau dalam tanda kutip kelelahan yang dirasakan sela-sela kita harus belajar bertemu dengan pasien secara langsung, kemudian harus menyerap ilmu saat bed site teaching dengan professor atau konsulen, setelah itu menggali-gali ilmu-ilmu cepat dari senior agar kita bisa lebih lancar dalam melakukan praktek, kemudian harus ikin laporan kasus setiap pagi walaupun malamnya sudah jaga malam, dan sangat sedikit sekali waktu untuk tidur saat jaga malam bahkan tidak tidur sama sekali, ada  yang bisa sekali jaga 2 kali atau bisa 3 kali shift, keadaan itu secara mental saya rasa itu berpengaruh dengan bagaimana akhirnya melahirkan dokter-dokter yang sampai sekarang semakin lama semakin banyak di negeri kita ini. Itu poin pertama, yaitu arogansi ke pasien, kita tidak bisa bohong, itu sering ditemukan dan perlakuan itu sebetulnya tidak pantas atau ketemu pasien aja 5 menit atau bahkan 1 menit tanpa diperiksa melihat pasien bukan sebgai person, bukan sebagai manusia, tapi hanya sebagai pekerjaan atau sebagai tugas yang harus dilaksanakantanpa melihat/memandang dari segi manusianya, memaksa pasien dan keluarga untuk memilih satu pilihan terapi tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lain dari keluarga dan sebaliknya tidak berusaha untuk memberikan pendekatan yang baik dengan keluarga pasien untuk memilih terapi yang menurut pribadi itu merupakan terapi yang lebih baik untuk pasien, tidak memberikan waktu itu, jadi ya kalau keluarga tidak setuju ya silahkan tanda tangan kalau tidak setuju dengan terapi tersebut. Itu adalah hal-hal yang dalam tanda kutip bisa dibilang sebagai arogansi dokter ke pasien.

Kemudian yang kedua, arogansi ke sesama dokter/sejawat, terutama dari senior ke junior. Sudah jadi rahasia umum lah ya untuk mahasiswa kedokteran maupun sejawat dokter lebih dari 50 tahun pendidikan kedokteran di negara kita ini yang dahulunya sangat kental sekali, kalau kita sih nyebutnya feudalism, sangat kental sekali senioritas di sana, dimana seorang professor atau dosen  itu biasa ajalah melempar scalpel atau pisau bedah ke mahasiswa yang dianggap ngga ngerti begitulah ya, atau ketika tahun pertama atau tahun kedua kakak kelas itu banyak yang membentak juniornya atau bahkan ada yang secara sudah dianggap lumrah saja minta traktir oleh junior atau junior yang bayarin, kemudian si junior melakukan hal yang sama di tahun berikutnya ketika dia menjadi senior, kita mngenal ada yang istilahnya tahun-tahun dimana kita menjadi keset gitu ya, terutama teman-teman yang melanjutkan pendidikan, yaitu mendaftar di program pendidikan spesialis, kita sama-sama tahu kok di tahun pertama, stase semester nol dianggap keset, bahkan di bawah keset, bahkan koas dinilai lebih tinggi daripada keset, ketika jaga malam disuruh beli gorengan, bukannya fokus untuk belajar untuk diajarkan terkait kasus, tapi kalau tidak diikutkan takutnya malah dijauhi oleh seniornya dan tidak diajari, segala macam, itu arogansi yang juga ketika saya baru masuk tahun pertama termasuk orang yang tidak mau terima dengan kondisi seperti itu, ya konsekuensinya banyak senior yang tidak suka, banyak senior yang menganggap saya mengajak massa/teman-teman satu angkatan untuk membangkang atau tidak hormat ke senior dsb, kalau di pendidikan militer itu wajar, untuk teman-teman yang di akademi kepolisian, akabri, akademi angkatan bersenjata, ok itu tidak bermasalah dan wajar, hirarki dsb. Tapi arogansi itu tidak wajar kalau dilakukan dipendidikan kedokteran, termasuk hubungan kerja, itu saya rasa termasuk sedikit banyaknya kita memepengaruhi arogansi kita kepada sesama sejawat, walaupun ada pengaruh baiknya adalah kita melewati itu semua, ketika kita melewati senioritas yang luar biasa sesama dokter atau senior-junior dsb, organisasi kedokteran saya rasa menjadi organisasi yang sangat solid, misalnya terjadi ada dokter yang dituduh malpraktek oleh segelintir pasien, minimal IDI wilayahnya bisa me-backup si dokter tesebut dan memberikan pendampingan hukum, banyak yang membantu, ketika ada dokter dalam tanda kutip kurang sejahtera di daerah pelosok-pelosok, banyak teman-teman yang ingin membantu, itu luar biasa bagus, jadi apakah arogansi senioritas ini tetap perlu dipertahankan agar memupuk solidaritas sesama dokter atau kita harus beralih ke arah profesional tanpa embel-embel senioritas yang seperti itu, tapi ya memang ujuang-ujungnya nanti kita lebih memikirkan individu masing-masing, ya praktek gue milik gue, praktek lu milik lu, gitu ya, walaupun tetap organisasi IDI tetap aka nada dan asosiasi-asosiasi dokter spesialis dan dokter pelayanan primer tetap akan ada, tapi apakah solidaritas itu se-solid atau sekuat sekarang?

Yoo, thankyou udah dengerin podcast ini, jangan lupa untuk ngasih saran, kritik, komen, apapun yang ingin kalian tanyakan untuk bahan gue bahas di podcast berikutnya, email ada di deskripsi dan jangan lupa untuk tetap belajar, tetap berusaha dan berdoa semoga kita menjadi dokter yang terbaik, thankyou.