You Know That is Not the Only Way!
June 22, 2020

Jadi dokter jangan arogan please (part 2)......

Jadi dokter jangan arogan please (part 2)......
The player is loading ...
Dokterpintar

Ada 3 arogansi yang sering terjadi, kali ini kita bahas arogansi dokter dalam mencari pekerjaan. Tapi jangan salah, kita harus arogan jika terkait menyelamatkan nyawa pasien (ehm covid...) --- Send in a voice message: https://podcasters.spotify.com/pod/show/dokterpintar/message Support this podcast: https://podcasters.spotify.com/pod/show/dokterpintar/support

Transcript

Selamat datang di podcast dokterpintar. Untuk kalian yang ingin tahu bagaimana jadi dokter, atau ada nggak tips-tips selama menjadi dokter, atau kalian ingin kepikiran “bisa ngga gua ngga jadi dokter?”, atau udah terlanjur lulus mau pingin apa selain jadi dokter, silahkan simak podcast kali ini, semoga bermanfaat, selamat mendengarkan. 

Pertama adalah dari sudut pandang pasien. Seberapa sering kalian mendengar banyak pasien yang …, kemudian yang kedua adalah arogansi ke sesama dokter/sejawat, terutama dari senior ke junior….

Yang terakhir adalah, ini unik yang saya temukan arogansi dokter yang baru lulus. Arogansinya apa? Arogansinya cenderung menilai/memberikan value yang terlalu tinggi. Saya sudah cerita ya di episode pertama bahwa jumlah dokter terlalu banyak sekarang/ bisa dibilang meningkat secara signifikan 10 tahun yang lalu, sehingga wajar ada dokter yang nganggur di episode ke-3, yang belum dengerin silahkan ke episode 3, banyak dokter yang nganggur, jumlah dokter yang terlalu banyak, tapi kita masih saja menilai diri kita terlalu tinggi. Contoh konkritnya apa? Misal, jika ada lowongan kerja, dicari ya dicari, misalnya dokter untuk klinik A dan lowongan kerjanya itu selalu mencantumkan take home pay- nya berapa. Jarang sekali ada lowongan-lowongan kerja yang bukan ditujukan untuk dokter atau tenaga kesehatan beberapa yang mencantumkan take home pay/gaji, karena idealnya adalah kalau seseorang butuh kerja, dia lamar dulu ke perusahaannya yang membuka lowongan kerja, interview dulu, menjalani proses dulu, ketemu dulu dengan HRD-nya, ketemu dengan user-nya atau yang nanti akan menjadi atasannya, kemudian menjalani assessment (kalau misalnya ada assessment), sudah itu kalau sudah ok, dari manajemen perusahaan yang meng-hired si orang tersebut, baru offering terkait gaji. Jadi bukan gajinya dikasih tahu dulu begitu ya, sekarang pertanyaannya adalah salah ngga sih kalau ada iklan lowongan kerja bahkan banyak terutama yang dikeluarkan oleh klinik atau rumah sakit ketika mencari dokter mencantumkan beberapa gaji yang dibayarkan atau take home pay-nya berapa, uang jasanya berapa, tindakan dan lain sebagainya. Ini sama aja sketika kita bertanya  seperti mana telur atau ayam. Di satu sisi, ada kecenderungan si fasilitas kesehatan itu emang butuh tenaga kesehatan, butuh dengan tenaga medis cepat, itulah kenapa mereka mengiklankan lengkap dengan berapa gaji yang diharapkan/didapatkan oleh si dokter/calon dokter yang akan melamar. Tapi di satu sisi, si dokter yang ingin melamar atau si dokter yang berpikir/sedang ingin berpindah pekerjaan seperti pindah klinik atau pindah rumah sakit, itu mereka menganggap, ya sebelum saya pindah saya harus tahu dulu saya dibayar berapa. Ketika terjadi fenomena ini, maka saya justru sedih, kenapa? Kalau memang tujuan kamu daftar jadi dokter, lulus dokter, lulus ujian kompetensi, menyelesaikan internshiphanya untuk mencari nafkah, mencari pekerjaan dari segi material, saran saya mending ngga usah, ngga usah jadi dokter sekalian, karena balik lagi ke episode 1 kuliah jadi dokter itu susah, masuknya susah, ketika sudah kuliah susah, untuk keluarnya pun susah, karena harus lulus test segala macam, saya sudah tahu, kita semua tahu bahwa pengorbanan dan perjuangan kita menjadi dokter itu tidak mudah, tapi apakah bisa dihargai ssegelintir take home pay berapa, gaji berapa, apakah itu yang ingin jadi parameter keberhasilan seorang lulusan dokter? cita-cita mulainya kan sebetulnya adalah menjadi dokter agar kebutuhan tenaga medis di negara ini tercukupi. Itulah kenapa banyak kampus membuka fakultas kedokteran, belajar dari fakultas kedokteran yang udah ada, untuk menciptakan lulusan dokter mereka sendiri, sehingga tidak ada daerah yang kekurangan dokter. Balik lagi, kalau niat kamu ingin jadi dokter karena cari duit, please stop dari sekarang!  

Ketika sudah terlanjur lulus menjadi dokter, selesaikan ujian kompetensi, angkat sumpah, lanjutkan dengan kewajiban internship, setelah itu, dah, ngga usah berpikir untuk jadi praktisi kesehatan lagi. Pilihlah jenjang karir yang lain! Gunakan ilmu yang didapatkan selama 5-6 tahun di kedokteran dan pengalaman internship selama 1 tahun untuk berkarya di tempat lain selain praktisi, entah jadi penulis artikel kesehatan, entah jadi promosi kesehatan, entah jadi scientist, entah jadi peneliti dari perusahaan farmasi, entah jadi advokat dari organisasi-organisasi non profit seperti WHO, UNICEF, dsb, banyak macamnya. Kita akan cerita pilihan karir selain praktisi di episode berikutnya, saya janji. Jadi, please jangan lagi ada buat kamu ya, yang baru lulus, Cuma kita yang bisa ngerubah karena yang sudah-sudah terjadi mau gimana lagi. Please kalau kamu ditawari kerjaan, ditawari untuk menjaga klinik, ditawari untuk daftar di suatu perusahaan, tolong jangan tanya gajinya berapa dulu sebelum kamu lewatin proses-proses yang ada, yah. Jadikan itu bahan untuk pengalaman, karena percaya ga percya, kamu baru lulus internship itu sama aja dengan fresh graduate yang lain. Berapa minimal gaji untuk fresh graduate, ya itu yang berlaku untuk kamu yang lulus ini, ketika kamu lulus daftar PNS yang kamu dapatkan ya gaji PNS, ketika kamu ke perusahaan swasta, ya minimal UMR, kan banyak perusahaan-perusahaan menghargai gelar dokter sehingga diberikan gaji fresh graduate sama seperti fresh graduate lulusan jurusan lain dengan background kampus ternama. Sempatkan ada isu ya lulusan UI minta 8 juta, ya segitulah kira-kira lulusan manapun asalkan gelarnya dokter, ketika masuk perusahaan, dihargainya, diberikan gaji ya kurang lebih segitu. Itu sudah sangat cukup dan itu sudah sangat baik dibandingkan dengan sejawat-sejawat yang lain yang berada di daerah, mereka belum lulus tes CPNS, mereka harus mnegabdi dulu sebagai relawan di suatu Puskesmas atau mendapatkan kontrak daerah yang gajinya tidak seberapa, jauh dibawah itu.

Eits, jangan kemana-mana dulu, gua mau cerita dikit review, ini podcast pertama gue pakai aplikasi yang sangat bagus banget, free, kalian tidak perlu mengeluarkan duit apa-apa, malah kalian bisa dapat duit dari aplikasi ini, yaitu anchor, kalian bisa download di playstore atau appstore, atau kalian bisa buka di anchor.fm , disana kalian bisa bikin podcast dari nol, yang kalian record di sana bisa atau kalian mau masukin dari yang sudah rekam sebelumnya kalian tambahkan musik segala macam, pokoknya keren deh coba, thankyou.  

Ok, di episode kali ini gue juga pingin menyampaikan ajakan untuk teman-teman sejawat, untuk kali ini kita perlu arogan, jadi di jurnal itu disebut beneficial arrogant, jadi arogan yang bermanfaat demi keselamatan pasien. Jika ada penelitian yang dilakukan dalam skala kecil, belum terbukti human trial, belumdilakukan clinical study, belum dilakukan uji klinis, maka jangan ikut-ikut membesarkan penelitian itu, terutama di media-media, dan bersuaralah, walaupun saat ini pandemi, saya harap teman-teman nangkap lah ya. Ada suatu universitas yang daerahnya adalah zona hitam untuk COVID, kemudian tiba-tiba mengeluarkan statement bahwa mereka menemukan kombinasi obat yang efektif terhadap COVID yang salah satunya adalah hidroksiklorokuin, sementara minggu lalu baru saja FDA menarik approval untuk hidroksiklorokuin untuk terapi COVID, please tahan arus informasi itu, kalau bisa lawan. Kenapa? Karena penelitian setengah-setengah kebanyakan penelitian  dan kebanyakan egonya peneliti di negara kita adalah mereka cukup puas saja dengan tahap penelitian di laboratorium, atau penelitian yang hanya mengolah data, setelah itu tidak dilanjutkan lagi karena alasan waktunya lama, budgetnya tidak ada, harus melakukan informed consent segala macam, ribet, ya memang untuk mendapatkan obat/ kombinasi obat yang harusnya didaftarkan lagi ke BPOM, jadi jangan salah, walaupun obatnya sudah di-approve oleh BPOM tapi untuk menjadi suatu indikasi yang baru, ini kan kita tidak tahu semua kalau hidroksiklorokuin dan obat-obat yang lain (azitromisin dsb) itu tidak ada yang di-approve sebagai obat COVID, belum ada, belum ada yang mendapatkan penambahan indikasi terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan, dan di belahan dunia manapun juga sama. FDA  emang sama. Mereka hanya memberikan izin penggunaan ketika darurat. Ketika emergensi, prinsip beneficence dan non maleficence itu berlaku, apapun yang kita rasakan sebagai klinisi untuk menyelamatkan pasien dilakukan lah itu, tapi jangan dibesar-besarkan di media, gitu lho. Jadi seakan-akan memberikan harapan palsu, seakan-akan, ya amit-amit, dan mudah-mudahan nanti beberapa bulan setelah ini, penelitian yang digadang-gadangkan, data yang diklaim obat yang efektif, kombinasi obat kina, kombinasi obat ini bagus, beberapa bulan kemudian terbukti dicobakan ke manusia betulan. Tapi kalau misalnya ngga, dan ketika di depan anda, anda berikan obat ini atau keluarga pasien jauh lebih galak daripada kita, mereka minta, “oh ini kan terbukti penelitiannya di TV segala macam (udah dipublish)”, kita berikan itu, kombinasi itu, tanpa memberikan edukasi yang benar ke pasien kalau pilihan ini hanyalah salah satu pilihan-pilihan terapi yang cocok dengan kondisi ibu atau bapak, dan ketika terjadi efek samping, ketika terjadi amit-amit meninggal, terjadi kejadian fatal, maka yang disalahkan kita sebagai klinisi yang mengobati si pasien, bukan peneliti yang mengumukan klaim efektivitas obat tadi. 

Yoo, thankyou udah dengerin podcast ini, jangan lupa untuk ngasih saran, kritik, komen, apapun yang ingin kalian tanyakan untuk bahan gue bahas di podcast berikutnya, email ada di deskripsi dan jangan lupa untuk tetap belajar, tetap berusaha dan berdoa semoga kita menjadi dokter yang terbaik, thankyou.